Sejarah & Riwayat Paroki

Gereja Keluarga Kudus

Riwayat Paroki Keluarga Kudus Pontianak

Gereja Katolik Keluarga Kudus Kota Baru Pontianak merupakan pemekaran dari Paroki St. Yosef Katedral. Gereja ini dinyatakan resmi sebagai Paroki pada tanggal 01 Januari 2000. Jadi sebentar lagi, Paroki kita berusia 20 tahun. Salah satu anggota Redaksi KomSos Paroki, sdri. Carolina Spitiana Galikcia, berusaha menelusuri riwayat berdirinya paroki ini dari catatan yang ada di Keuskupan dan menguraikannya dengan ringkas. Semoga bisa memulai usaha untuk menulis dan membukukan sejarah Paroki kita. Selamat mengikuti.

Jelang tahun 1965 beberapa keluarga di wilayah Kota Baru, Pontianak mendapat pelayanan dari Pastor Leo OFM Cap, hal ini yang menjadi cikal bakal terbentuknya Paroki Keluarga Kudus. Pada saat itu Pastor Leo mendapat tugas untuk mendampingi para bruder ordo kapusin di Pontianak. Sekali dalam satu pekan, Pastor Leo juga mempersembahkan misa bagi umat di Kota Baru. Pada awalnya misa diadakan di rumah-rumah umat secara bergiliran sampai di taman kanak-kanak Perwari, Kota Baru. Pastor Leo melakukan pendataan umat, mengunjungi umat, permandian anak, doa Rosario dan pelayanan lainnya. Pelayanan yang dilakukan Pastor Leo dibantu oleh seorang laki-laki bernama Teneh.

Pastor Leo mulai mencari tempat tetap yang cocok untuk beribadat. Meskipun timbul berbagai penolakkan akhirnya Ia memilih sebuah tempat yang dibeli dari seorang Katolik yang menjabat sebagai Pangdam XII Tanjungpura, Brigjen A.Y. Winoto. Tempat ini bekas lapangan latihan tembak dan gudang senjata yang digunakan oleh KNIL. Pada zaman kemerdekaan, tanah ini diserahkan kepada pihak Indonesia lewat Pangdam Tanjungpura. Pastor Leo memperoleh tanah seluas 980m2 dan 720m2, dengan ganti rugi. Sebagian besar uang untuk pembayaran berasal dari sumbangan keluarga pastor Leo di Nederland, yaitu sebanyak Nfl. 15.000. Acara serah terima diadakan pada tanggal 5 April 1970. Sejak itu, umat katolik di wilayah Kota Baru beribadat di tempat itu.

Pada tanggal 21 Juni 1971 dan 17 Maret 1972 umat berusaha mengajukan ijin pembangunan gereja, usaha itu ditolak oleh pemerintah setempat. Meskipun mendapat penolakan, paroki ini terus berkembang sampai terbentuknya dewan paroki yang diketuai oleh Pastor Diomedes. Peristiwa ini terjadi dalam rapat rukun warga katolik kota baru pada tanggal 1 Juli 1973 dikediaman A. Djais. Seiring berjalannya waktu, dewan paroki terus berkembang sehingga terbitlah warta paroki pada awal 1973 dengan semboyan “Dari umat, untuk umat dan oleh umat.” Warta paroki ini diterbitkan sekali dalam dua minggu.

Usaha untuk mendapatkan ijin pembangunan gereja belum membuahkan hasil. Karenanya dewan paroki dan umat mencari cara lain yaitu dengan mengajukan ijin pembangunan gedung serba guna. Gedung itu  dipakai untuk kegiatan sosial pada hari kerja dan hari Minggu dipakai untuk misa. Usaha itu membuahkan hasil. Bahkan ada respon positif dari gubernur pada saat itu yang memberikan sumbangan berupa uang tunai. Peletakan batu pertama dilakukan pada Minggu, 13 Maret 1977 tepat pukul 11.00 WIB. Berkat kerja keras semua pihak, pembangunan gedung serba guna ini selesai pada tanggal 16 Agustus 1977. Peresmian dan pemberkatan gedung serba guna ini dilakukan oleh Uskup Agung Hieronymus Bumbun OFM Cap dan gubernur Kadarusno.

Pada tahun 1986, paroki kota baru memiliki umat sejumlah 1.565 jiwa, yang terbagi dalam 11 kring. Padahal daya tampung gedung bina karya hanya 400 orang. Pastor paroki memilih pilihan untuk memperluas bangunan yang sudah ada. Usaha ini mendapat ijin dari walikotamadya tingkat II Pontianak, tertanggal 7 Februari 1986, dengan nomor 648/022/S/RG/86-057/B-86/BANG. Selanjutnya, Alex Aliong dan R. Kunadji, selaku pengurus inti panitia pembangunan, mengedarkan amplop sumbangan. Gedung ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama untuk kegiatan paroki dan lantai kedua untuk ibadat. Luas gedung adalah 32×13,5 m2. Pembangunan ini dirancang oleh Bruder Leopold. Selain itu, dibuat pula lahan parkir seluas 300m2, di bawah tanggung jawab Ir. Lucius Henyoto. Tiang pertama diberkati oleh pastor Diomedes pada tanggal 22 Juli 1986. Pemberkatan gedung dilakukan pada tanggal 28 Desember 1986 oleh Bp. Uskup dan didampingi pastor paroki.

Perkembangan selanjutnya, umat sudah bosan menggunakan loteng untuk ibadat. Sebenarnya bukan hanya bosan. Bentuk semacam ini juga menyulitkan orang yang sakit dan lanjut usia untuk ikut beribadat; juga pengantin dengan gaun panjang merasa enggan; apalagi doa pemberangkatan jenasah, sangatlah tidak memungkinkan. Maka, tanggal 15 Februari 2003 pastor paroki dan DPP membentuk panitia pembangunan. Panitia ini diketuai oleh Bp. B.L. Atan Palil. Pada bulan Juli panitia membuat proposal, lengkap dengan gambar bentuk gereja yang baru. Berbagai kendala membuat gereja itu belum berhasil terwujud sampai saat itu. Namun, panitia tetap ada, maka perjuangan untuk membangun gereja yang lebih nyaman terus dilanjutkan.

Perkembangan terakhir tentang rencana pembangunan gereja, sudah ada ‘deal’ antara pihak Keuskupan Agung Pontianak dengan pemerintah daerah Kalbar untuk “ruisllag” gedung Koperasi Perindustrian. Pihak keuskupan diminta untuk membangunkan gedung di lahan Perindustrian yang berada di seberang depan gedung bina karya. Setelah gedung itu berdiri, baru lahan koperasi perindustrian yang lama yang berada di samping bina karya menjadi hak milik keuskupan. Pembangunan gedung perindustrian baru ini ditangani langsung oleh pihak keuskupan, dalam hal ini oleh Sekolah Pertukangan Sungai Raya. Pembangunan gedung “ruisllag” sudah jadi pada awal-awal tahun 2007, dan mulailah diurus segala sesuatu berkaitan dengan pembangunan gereja. Kendala tetap pada masalah perijinan, tapi panitia pembangunan tidak berputus asa. Segala daya dan upaya dilakukan, hingga akhirnya terbitlah IMB pada bulan Februari 2008. Pada hari Sabtu, 9 Februari dilaksanakan pemancangan tiang pertama oleh Gubernur Kalbar yang baru Bp. Cornelis dan pemberkatan oleh Bp. Uskup Agung Pontianak. Sekarang, sebagaimana kita lihat dan alami, gereja kita sudah selesai. Harapan dan kerinduan umat untuk memiliki gedung gereja yang representatif mulai terjawab. Selanjutnya? Meningkatkan partisipasi, baik dalam bentuk doa maupun sumbangan dana, bersatu padu sebagai anggota dari satu tubuh Bunda Gereja yang kudus itulah yang dapat kita lakukan sekarang dan selanjutnya, hingga berdirilah gereja yang kita idam-idamkan, rumah Tuhan yang dapat menjadi tempat bagi kita semua untuk semakin mengembangkan kehidupan rohani di tengah keanekaragaman kehidupan.