Senin Minggu Advent Keempat
December 21, 2022
Hakim-hakim 13: 2-7.24-25a; Lukas 1: 5-25
Ada kontradiksi yang terjadi pada Zakharia. Di satu pihak ia berdoa mohon dikarunia seorang anak, -hal ini kelihatan dari kata-kata Gabriel “Jangan takut, hai Zakharia, sebab DOAMU TELAH DIKABULKAN”- tapi di lain pihak ia sendiri menjadi ragu-ragu, . Apa yang terjadi ini ternyata membuat Gabriel “marah”, (“Akulah Gabriel yang melayani Allah. Aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu”) sehingga ia menjadikan Zakharia bisu. Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah Allah menghukum Zakharia?
Mari kita melihat apa yang terjadi pada Zakharia. Atas pemberitahuan malaikat Gabriel, Zakharia menjawab “Bagaimanakah aku tahu bahwa hal itu akan terjadi? Sebab aku sudah tua, dan istriku pun sudah lanjut umurnya”. Kata-kata ini menyiratkan kejengkelan, yang mengarah kepada kemarahan, “bagaimana aku tahu bahwa hal itu akan terjadi?” bahwa sudah sekian lamanya doa-doanya tidak didengarkan oleh Allah. Jawaban itu juga menunjukkan sikap keputusasaan, “aku sudah tua; istri pun lanjut umurnya”. Kiranya dua sikap itu yang menghalangi dan menghambat bertumbuhnya iman. Zakharia harus mengalami resiko dan konsekuensi dari sikap keraguan imannya. Allah tidak menghukum tetapi keputusannya sendiri lah yang membuat dia tidak bisa menikmati efek dari iman kepercayaan.
Kita diingatkan untuk berani beriman, agar iman ini benar-benar bekerja dalam hidup kita; agar iman benar-benar memiliki efek bagi kehidupan nyata kita.