Senin dalm Oktaf Paska
April 18, 2020
Kisah Para Rasul 2: 14. 22-32; Matius 28: 8-15
Sudah sejak dahulu bisnis yang sukses selalu mempunyai “back up” dari kekuasaan atau kekuatan, baik yang bersifat “putih” maupun “hitam”. Tidak mengherankan kalau para aktivist dengan menggunakan “analisa tiga pilar” sering mengkritik pemerintah seringkali berselingkuh dengan pelaku bisnis. Kira-kira maksudnya: pemerintah menjadi “back up” pelaku bisnis. Soal “back-up” ini bukan hal baru. Jaman Yesus pun masalah ini sudah terjadi.
Imam-imam Kepala dengan tua-tua jemaat berunding untuk mendiskusikan keputusan apa yang mereka ambil menyikapi berita dari penjaga makam bahwa Yesus telah bangkit. “Kamu harus mengatakan, bahwa murid-murid Yesus datang malam-malam dan mencuri jenasah-Nya ketika kamu sedang tidur. Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri, KAMI AKAN BERBICARA DENGAN DIA, SEHINGGA KAMU TIDAK BEROLEH KESULITAN APA-APA”. Dalam bahasa sekarang, “Kami akan memback-up kamu”. Jaminan ini akan menyelamatkan para penjaga dari tuduhan atau persoalan hukum yang mungkin muncul dari kebohongan itu. Kekuasan dan kekuatan Imam-imam Kepala, Tua-tua Jemaat dan sejumlah uang menjadikan “back-up” dari keputusan dan kebijakan mereka, bahkan menjadi sikap hidup mereka.
Yesus pun sebenarnya juga mempunyai “back-up”, tetapi bukan kekuasaan dan kekuatan duniawi, apalagi materi; “Back-up” Yesus adalah Bapa-Nya yang mengutus Dia. Dia hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Nya. Hanya ketika melakukan kehendak BapaNya dan bukan kehendakNya lah Yesus memiliki kekuatan yang luar biasa. Ia meyakinkan pendengarNya akan percaya kepadaNya; kalau toh mereka tidak mau percaya kepadaNya, Ia mengundang mereka untuk percaya kepada pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan, karena Ia datang hanya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan.
Kita? Siapakah “back-up” hidup kita? Pekerjaan? Harta Benda? Keluarga? Kemampuan pribadi kita? Perjanjian Lama mengatakan “Beginilah nasib (sengsara, penderitaan) orang yang mengandalkan pada kemampuan diri sendiri”.
Injil hari ini mengajak kita untuk menjadikan Allah, kehendak dan pekerjaan-pekerjaanNya sebagai “back-up” hidup kita.