Selasa Pekan Paska VI

May 19, 2020

Kisah Para Rasul 16: 22-34; Yohanes 16: 5-11

 

Pertanyaan reflektif untuk membuka renungan pagi ini. Kalau kita mengalami seperti apa yang dialami oleh Paulus dan Silas dalam bacaan I, sanggupkah kita menanggungnya?

Kondisi orang kristiani, pengikut Kristus, pengikut Jalan Tuhan, berada dalam potensi besar untuk mengalami apa yang dialami oleh Paulus dan Silas. Hal itu terjadi bukan hanya karena kita memberitakan Injil, memberitakan Kristus yang bangkit, tetapi juga bisa terjadi pada saat kita hanya berbagi bagaimana bahagianya mengikuti Jalan Tuhan, meyakini Pribadi Allah yang tidak meminta hidup kita, tetapi malah memberikan hidupNya supaya kita hidup, bahkan hidup dalam kelimpahan. Memang kita memiliki berita bahwa keuskupan mana memberikan sumbangan ke tempat pembinaan orang muda agama lain; kita melihat biarawan-biarawati berfoto bersama dengan tokoh-tokoh agama lain; gereja bahkan paroki kita juga membagikan sembako kepada semua pemeluk agama.

Tetapi coba lihat saja, orang yang mengeluh karena kerasnya suara speaker. Apa yang terjadi? Harus berhadapan dengan massa. Apa yang terjadi pada warung kecil yang tetap membuka usahanya di masa suci agama tertentu, padahal demi hidup sederhana, bukan untuk mencari kemewahan?

Lihat banyak diviralkan orang yang ngakunya biarawati akhirnya berpindah ke agama tertentu dan diundang kemana-mana dengan info palsu; juga katanya mantan pastor yang menuntut pendidikan S-3nya sampai ke Vatikan, padahal dia hanya sekolah di SMA Seminari setahun saja; diviralkan kemana-mana tanpa dicheck kebenarannya. Bohong pun tidak apa-apa, yang penting ada orang yang tidak tahan akan iman kristiani dan beralih ke iman lain. Bukan hanya “biarawan-biarawati” (?) atau “pastor” (?) yang diviralkan, bahkan awam biasa yang meninggalkan iman kristianinya direkam dan disebar-luaskan.

Maka tantangan, kesulitan, penganiayaan, pemenjaraan -seperti dialami para rasul pada Gereja Perdana- tidak hanya terjadi pada kegiatan aktif, kerasulan aktif yang dilakukan oleh orang terbaptis; tetapi juga terjadi pada siapa saja, orang yang pasif sekalipun. Maka kembali, pertanyaan reflektif kami ajukan lagi: sanggupkah kita menanggungnya?

Yesus dalam bacaan Injil mengungkapkan kalau DiriNya mungkin tidak datang menolong, mungkin lebih baik. Kenapa? Supaya kita merasakan dan mengandalkan Roh Penolong yang dianugerahkan Bapa kepada kita. Supaya kita benar-benar menghayati kehadiran dan peran Roh Kudus dalam kehidupan beriman kita: “Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, penghibur itu tidak akan datang kepadamu; sebaliknya jikau Aku pergia, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Kalau Penghibur itu datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman”.

Mari kita belajar menghayati kehadiran dan memberikan peran kepada Roh Penolong, Roh Penghibur itu dalam hidup kita. Biarlah Ia memberi kreativitas kepada kita untuk bisa mewartakan Kabar Gembira kepada orang-orang; dan bila kita menghadapi kesulitan, tantangan, penderitaan dan penganiayaan, Ia akan memberi kekuatan kepada kita untuk bertahan, tetap setia kepada Kristus.