Selasa Advent Kedua

December 7, 2022

Yesaya 40: 1-11; Matius 18: 12-14

 

Pertanyaan retoris Yesus dalam bacaan Injil hari ini mengarahkan pendengarnya kepada apa yang pernah dinubuatkan oleh Yesaya. Hal yang sama berlaku bagi orang jaman sekarang.

Pewartaan Yesaya -pada perikop hari ini- dimulai dengan seruan “Hiburkanlah! Hiburkanlah!”. Pewartaan ini membuat kita bertanya kapan kita memerlukan penghiburan, terutama dari Allah? Banyak orang menjawab ketika kita mengalami kesedihan. Kita bisa melanjutkan: kesedihan macam apa yang benar-benar membutuhkan penghiburan? Kita bisa membuat litani, daftar kesedihan; dan kebanyakan adalah kesedihan yang bersifat sementara. Artinya kalau keadaannya hilang, kita sudah tidak sedih lagi.

Tetapi ada kesedihan yang sangat mendalam, yang benar-benar membutuhkan penghiburan tentang apa yang diwartakan oleh Yesaya. Kesedihan yang pertama adalah kesedihan yang muncul dari krisis identitas, krisis eksistensial. Ada orang yang jatuh dari satu pelukan orang ke pelukan orang lain dan bertubi-tubi. Ketika ditelusuri, ada suatu pengalaman eksistensial yang tak terolah dengan baik dan benar. Krisis eksistensi ini tak terasa dengan jelas, tetapi membawa dampak kegelisahan dan ketakutan yang hebat.

Ada seorang istri yang meminta pembatalan perkawinan, meskipun anaknya sudah berumur 13 tahun, karena merasa tidak diperlakukan sebagai istri oleh suaminya: omongnya tidak pernah didengarkan, usulan-usulan baik untuk kehidupan keluarga tidak pernah diindahkan; perencanaan keuangan yang ceroboh, tanpa mengajak bicara istri, dsb.

Inilah yang terjadi pada Yehuda jaman Yesaya. Mereka kehilangan martabat, eksistensi, identitas bangsa, karena mereka menjadi orang-orang buangan di negeri asing sebagai budak. Mereka tidak lagi menjadi bangsa merdeka seperti ketika mereka dibebaskan dari penindasan Mesir. Mereka harus menderita bukan hanya karena susahnya makanan dan penghidupan, tetapi terutama karena mereka bukan orang merdeka; mereka menjadi budak dari manusia merdeka; di tanah asing lagi!

Dalam suasana begini adalah suatu penghiburan ketika Yesaya menyerukan “Serukanlah kepada Yerusalem bahwa perhambaannya sudah berakhir”.

Krisis berat yang kedua ialah keberdosaan. Orang modern menganggap keberdosaan adalah hal biasa; diselesaikan dengan menjauhi gereja dan komunitas. Beres! Tetapi apakah mereka bahagia? Apakah mereka terhibur? Keberdosaan yang berat adalah ketika kita mengerti dosa sebagai penolakan atas cinta Kristus. Penolakan ini bisa berupa pelanggaran atas perintah dan larangan Tuhan, tetapi juga bisa benar-benar suatu penolakan akan cinta Kristus, menjauhkan cinta Kristus, melupakan cinta Kristus dari kehidupan kita, baik dalam hidup pribadi, hidup sosial maupun hidup karier. Yesaya mewartakan “Serukanlah kepada Yerusalem bahwa kesalahannya telah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan Tuhan dua kali lipat karena segala dosanya”.

Hiburan yang ditawarkan Yesaya adalah ajakan untuk kembali ke sikap yang benar, “Lihat, itu Allahmu! Lihat, itu Tuhan Allah”. Kita diajak untuk mengarahkan pandangan, perhatian kita kepada Allah. Allah yang tampil dengan penuh kekuatan dan kekuasaan. Allah yang harus memerintah dalam kehidupan kita, seperti dulu, Allah memerintah pada bangsa Israel, “Aku Allahmu dan kamu umatKu”. Allah yang “menggembalakan kawanan ternakNya, dan menghimpunkannya dengan tanganNya; anak-anak domba dipangkuNya, induk-induk domba dituntunNya dengan hati-hati”, “Allah yang meninggalkan 99 ekor untuk mencari seekor domba yang tersesat; gembala yang kesukaannya jauh lebih besar ketika mendapatkan seekor yang tersesat itu; Allaah yang tidak menghendaki supaya seorang pun dari anak-anak ini hilang”.

Kita memperoleh martabat, identitas sebagai anak-anak Allah karena pembaptisan; dan pembaptisan itu mengandaikan iman, kepercayaan kita kepada Kristus, yang menjadi penyelamat kita, yang menjadi jalan, kebenaran dan hidup kita. Demikian pula pertobatan (baca, penyesalan) dari keberdosaan kita mengandaikan bahwa kita menyadari kasih Allah yang begitu luar biasa; atas dasar itulah kita didamaikan kembali dengan Allah karena pengampunan kasih Kristus.

Maka marilah kita memperoleh penghiburan sejati kita dari Allah dengan menyadari kehadiran kasih Allah dalam kehidupan kita; dengan menghayati bahwa kasih Allah kepada kita begitu luar biasa.