Sabtu, 25/01/2020 Hari Raya Bertobatnya St. Paulus dan Hari Jadi CM ke 403
January 26, 2020
Kis 22:3-16; Mrk 16:15-18
Hari ini kita merayakan tiga hari raya besar: Bertobatnya St. Paulus; Hari Jadi CM yang ke 403 dan Tahun Baru Penanggalan Tionghoa, Imlek ke 2571. Bagaimana memberi renungan untuk tiga hal besar ini? Ini tidak mudah, tetapi tetap harus ada pewartaan.
Apa yang dilakukan oleh Paulus setelah “ditangkap” oleh Yesus, sejejar dengan apa yang terjadi dalam perjalanan rohani Vinsensius. Paulus menganiaya dan mengejar-kejar pengikut Jalan Tuhan. Vinsensius mengejar imamat untuk menikmati keistinewaan imamat. Paulus menjadi rasul bangsa-bangsa non-Yahudi, setelah ditobatkan oleh Kristus yang bangkit. Vinsensius mengabdikan diri untuk orang miskin ketika kegagalan demi kegagalan mengikuti ambisi pribadinya. Keduanya mewarnai kehidupan khas Gereja: misioner dengan tindaka pelayanan nyata terhadap mereka yang terpinggirkan, yang miskin dan terabaikan.
Lalu apa hubungannya dengan Imlek. Imlek kalau dihubungkan dengan tipologi Tionghoa, berkonotasi materialistik. Misalnya hujan besar menandai tahun baru Tikus Logam. Ada air melimpah-limpah. Kita memaknainya dengan hujan berkah yang tersedia bagi orang yang lahir pada tahun (bershio) Tikus Logam dan beberapa shio seperti ayam, anjing, kera.
Ramalan mengingatkan bahwa kita harus cerdik dan bijak seperti tikus; kita harus pandai bersiasat agar kita tidak lengah dengan melimpahnya uang dan rejeki. Kelimpahan itu bisa membuat kita takabur, ceroboh. Tetapi kelimpahan itu bisa membuat kita salah pengertian: uang dan rejeki adalah segala-galanya; dialah yang menentukan hidup kita. Kecerdikan Tikus Logam harus membantu kita membawa pengertian yang benar, yaitu bahwa apa yang kita terima adalah sarana, alat yang diberikan dan dianugerahkan Allah kepada kita untuk menghayati kehidupan yang benar. Apa itu? Kehidupan yang meyakini bahwa sumber kehidupan kita, pusat kehidupan kita adalah Allah.
Kita bisa tetap menjaga tradisi dan budaya kita secara khas kesukuan kita; tetapi iman kita sebagai orang kriatiani harus namak dalam penghayatan itu. Tradisi dan budaya kita harus dijiwai oleh iman dan keyakinan kita akan Allah. Meakipun kita punya ramalan yang didasarkan pada shio tahun baru ini, tetapi di atas semua itu iman kita lah yang harus mendasari kehidupan kita.
Nah, kalau kita menghayati hal ini, di sinilah letak benang merah refleksi dari tiga events besar ini. Penghayatan itu adalah kesaksian misioner kita. Kita dipanggil untuk memberi kesaksian bukannhanya dengan kata-kata, tetapi terlebih dengan kesaksian hidup. Kita saksikan kepada dunia bahwa kita merayakan tradisi budaya khas kesukuan kita dengan memberi dasar dan jiwa dengan iman kepercayaan kita akan Allah.