Renungan Selasa Advent IV
December 24, 2019
2 Samuel 7: 1-5. 8b-12.16; Lukas 1: 67-79
Dalam salah satu diskusi tentang praktek keagamaan yang keliru dan tidak mendidik secara pastoral, banyak argumen dikeluarkan oleh masing-masing pihak dengan sudut pandangnya masing-masing. Diskusi “berhenti” ketika salah satu mengatakan bahwa apa pun prakteknya, Tuhan tahu, Tuhan memaklumi karena “Ia itu murah hati, penuh kerahiman”.
Argumen terakhir ini melihat Allah secara statis, melulu “status” Allah. Ide Daud pada bacaan I juga muncul dari melihat Allah secara statis: Daud tinggal di istana yang kokoh kuat, sementara (status) Allah tinggal di dalam tenda. Misi Gereja juga akan mengendor kalau kita melihat Allah secara statis: biar lah orang-orang berbuat jahat, biarlah orang-orang hidup sesat; toh kalau mati pasti masuk surga, karena Allah khan maha pengampun?!!!!!
Natan (dan demikian juga di”saksi”kan oleh Zakharia) mengingatkan Daud bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan ketika melihat Allah secara statis: persembahan apa yang bisa kita berikan kepada Allah? Persembahan yang dibakar dengan kayu seluruh hutan di dunia ini, tidak menambah kemuliaan Allah? Pujian seperti apa yang bisa menambah kemuliaan Allah? Tidak ada. Natan mengajak Daud untuk melihat Allah secara dinamis: apa yang dikerjakan oleh Allah terhadap dan dalam hidup kita. Inilah yang dikidungkan oleh Zakharia dalam bacaan Injil.
Melihat Allah secara dinamis akan membuka mata kita, bahwa ada banyak hal dalam hidup kita yang terjadi karena keterlibatan Allah.