Renungan Pesta St. Yohanes, Rasul dan Pengarang Injil (27/12)

December 28, 2019

1Yohanes 1: 1-4; Yohanes 20: 2-8

Ada dua hal menarik dari kehidupan Yohanes, Rasul. Pertama: ia adalah murid yang paling disayang oleh Yesus. Hal ini nampak dari kenyataan bahwa dalam beberapa peristiwa penting, Yohanes selalu diikutsertakan oleh Yesus, bahkan ia yang duduk bersandar dekat kepadaNya. Kebanyakan orang bila mendapatkan perlakuan seperti ini ia akan merasa -istilah Jawanya- “adigang, adigung, adiguna”: mentang-mentang mendapatkan hati dan perhatian dari guru yang hebat, ia lalu bisa bertindak semaunya sendiri.

Tetapi ternyata tidaklah demikian dengan Yohanes. Meskipun ia sangat disayangi oleh Yesus, tetapi ia tetap rendah hati: meskipun ia berlari lebih cepat dari Petrus dan sampai di kubur lebih dahulu, tetapi ia menanti di luar sampai Petrus tiba dan masuk ke dalam kubur. Ketika ia melihat kain kafan seperti Petrus, namun ia mengerti apa yang dilihat oleh Petrus dengan lebih detil. Meskipun ia melihat lebih sedikit daripada yang dilihat Petrus -dan ia percaya- tetapi ia tidak mengejek sikap Petrus yang tidak jelas: apakah percaya atau tidak akan kebangkitan Kristus itu. Yohanes tetap rendah hati.

Kedua, apa yang diwartakan oleh Yohanes lewat tulisannya tentang Yesus berasal dari pengalaman nyata yang ia alami selama bersama dengan Yesus. Pengalaman nyata ini digambarkan sebagai apa yang ia dengar, apa yang ia lihat dan bahkan apa yang ia raba. Pengenalannya akan Yesus melibatkan seluruh dirinya, panca inderanya; ia benar-benar membadankan semua pengalaman dengan Yesus itu. Itulah yang diwartakan dan inilah tindakan pewartaan, evangelisasi yang sejati. Orang mewartakan pengenalan, pengalamannya membadankan Yesus dalam hidup sehari-hari -dan bukan sekali-sekali- kepada orang, baik lewat kesaksian, tulisan ataupun lisan.

Marilah kita membangun pengalaman nyata akan Kristus dengan menggunakan seluruh panca indera kita; kita kontemplasikan peristiwa-peristiwa Yesus supaya Ia benar-benar membadan dengan diri kita. Bila kita mengalami hal itu, mari kita wartakan dengan kesahajaan dan tetap bersikap rendah hati, seperti St. Yohanes Rasul.