Renungan 30/12/2019
December 30, 2019
1 Yohanes 2: 12-17; Lukas 2: 36-40
Kita sering mendengar komunitas gerejani, lingkungan-lingkungan paroki, organisasi-organisasi gerejani diwarnai dengan gosip, konflik, sakit hati, bahkan bisa mengakibatkan kemalasan, mogok dan perpecahan. Kita bisa mempertanyakan mengapa hal itu terjadi, padahal mereka itu tergolong aktivist, dekat dengan gereja, dekat dengan pimpinan, dsb.
Dari pengalaman dan pengamatan, banyak orang menghayati hidup keagamaan dengan berbuat dan berbuat, melakukan ini dan mengerjakan itu. Bagi mereka, iman harus diwarnai dengan tindakan. Konsekuensi yang sering terjadi ialah mereka lebih banyak tindakan -seperti terjadi pada Marta dalam Injil- daripada menghayati iman dengan mendengarkan seperti Maria. Mereka tidak menyadari bahwa dengan (hanya) bertindak, mereka bisa dibawa untuk mengikuti kecenderingan dunia.
Rasul Yohanes mengajarkan kita bahwa tindakan baru dibenarkan kalau mengalir dari mengenal Bapa, Anak dan kehendakNya. Surat dan Sapaan Yohanes ditujukan kepada anak-anak, bapak-bapak -dan tentu saja juga ibu-ibu- yang telah berusaha mengenal Allah dan mengusahakan diri menjauhi kejahatan yang bukan hakekat Allah. Kita diajak untuk pertama-tama mengenal Allah dan kehendakNya. Dengan melakukan ini maka tindakan-tindakan kita akan selalu berasal dari kehendak Allah.