Novena Roh Kudus Hari-1
May 23, 2020
Kisah Para Rasul 18: 9-18; Yohanes 16: 20-23a
Siapa diantara kita yang tidak pernah mengalami dukacita? Saya yakin tidak ada. Setiap orang pernah mengalami duka cita. Seringkali kita menganggap bahwa dukacita kita disebabkan oleh faktor dari luar diri kita; bahwa dukacita itu disebabkan oleh karena status dan keberadaan kita sebagai murid-murid Kristus. Hal ini bisa dimaklumi karena, bacaan-bacaan misa harian, terutama bacaan pertama, merefleksikan beberapa peristiwa di tanah air kita.
Tetapi dukacita bisa muncul dari dalam diri kita, dalam apa yang kita alami secara pribadi. Kita bisa menyebut apa yang kita alami sekarang: tidak bisa bertemu dan berkumpul dengan banyak orang; tidak bisa menerima Tubuh Kristus dengan nyata; harus tinggal di rumah; itu suatu dukacita. Buktinya sudah banyak orang yang bertanya kapan misa dibuka untuk umum? Kapan boleh menerima Tubuh Kristus? Ada yang mengusulkan mulai memperbolehkan umat datang, dsb. Ada orang yang mengalami nasib buruk bertubi-tubi, kehilangan pekerjaan, ditagih hutang, ditambah suami/istri minta diceraikan, anak minggat. Ini suatu dukacita. Ada yang terkena virus corona justru pada saat ia menolong orang lain. Lihat para tenaga medis sudah mulai mengumandang hastag #terserahkamu; karena mereka berjuang dengan mengurbankan bahkan hidupnya, tetapi kita berperilaku sepertinya tidak ada apa-apa, menaifkan yang tenaga medis, pemerintah dan aparat lakukan.
Dukacita ini tidak hanya terjadi pada level fisik, tetapi yang juga sangat berat pada sisi mental dan rohani. Kita bisa meragukan iman kita akan Allah, bahkan bisa jadi kita tidak mengakui keberadaan dan adanya Allah. Mengapa ALlah diam membisu saja. Ini mungkin yang dikatakan oleh Yesus, “Lebih baik Aku pergi”. Mungkin perlu Ia absent dari campur tangan atas persoalan-persoalan kita, supaya kita mampu menemukan secara pribadi kehadiran Allah yang datang untuk melihat kita. Ketika Yesus absent, maka kita mengandalkan Roh Penghibur, Roh Penolong yang dipanggil (parakletos) untuk menjamin kehidupan kita. Roh inilah yang akan memberi kekuatan kepada kita untuk mampu menanggung dukacita itu; tetapi juga Roh inilah yang akan membantu kita untuk menemukan dimensi sukacita yang dianugerahkan Tuhan secara pribadi kepada masing-masing pribadi.
Di awal imamat saya, energi dan semangat saya seperti seorang pahlawan. Saya berangkat ke tempat tugas yang jaraknya sekitar 6 km dengan sepeda kayuh. Saya tidak mau terlambat untuk memberi contoh kepada mereka yang naik motor bahkan minta dijemput. Saya juga pulang paling akhir, sehingga ketika sampai di pastoran, meja makan sudah berserakan dan tidak memberi semangat untuk makan. Saya pun langsung istirahat siang. Akibatnya saya mengalami dukacita, harus dirawat di rumah sakit. Selama di rumah sakit pun, tidak seorang pun boleh mengunjungi, termasuk anak-anak misdinar yang sangat dekat dengan saya. Dalam penyembuhan itulah saya menemukan ayat Kitab Suci yang mengatakan, “Beginlah nasib orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri”. Mulai saat itu, saya tidak berani menjadi pahlawan dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Bergantung pada Allah selalu menjadi prinsip karya saya.
Maka para saudara, jangan takut menghadapi dukacita, karena dukacita itu akan diubah menjadi suka cita. Roh Kudus lah yang akan membantu kita untuk mengubahnya.