Minggu Prapaska I-A

March 1, 2020

Kej 2:7-9;3:1-7
Mazmur : Mzm 51:3-4.5-6a.12-13.14.17
Bacaan 2 : Rom 5:12-19
Injil : Mat 4:1-11

Masa Prapaska membuat kita makin peka akan hidup rohani kita, terutama ketika menghadapi adanya godaan-godaan hidup kita. Pada Minggu Prapaska I ini, kita diajak untuk mengenali godaan-godaan yang ada dalam diri kita dan kita dapat belajar bagaimana menanggapinya, bagaimana kita mengambil sikap dalam menghadapi godaan itu.

Ada dua cara yang saya ajukan untuk mengenali godaan-godaan; lalu saya tunjukkan bagaimana Paulus dan Yesus mengajar dan memberi teladan menghadapi godaan itu.

Pertama, Matius dalam perikop Injil hari ini menggunakan tiga nama penggoda sesuai dengan tugas apa yang harus dilakukan: “diabolos”, “peirazoon” dan “satan”.

Diabolos bertugas untuk memecahkan, mengalihkan pikiran kita; ia bertugas membuat manusia menduakan dan mencabangkan hati. Bila suami-istri sudah berkomitmen untuk saling mencintai secara eksklusif, diabolos ini memberi ide bahwa hidup kayak begitu itu monoton dan kurang dinamis; kenapa tidak mengusahakan “selingan hidup keluarga utuh” (selingkuh)?. Kalau ada mahasiswa yang datang dari kampung ke kita untuk belajar, menuntut ilmu, kenapa tidak belajar yang lain juga? Misalnya bagaimana sich pola kehidupan kota itu? Kalau seorang suami/istri karier, mengurusi perusahaannya sampai larut malam bahkan kurang waktu untuk istri atau suami dan keluarga, kalian harus hati-hati; jangan-jangan diabolos mengalihkan perhatian Anda.

Nama kedua adalah “Peirazoon”. Nama ini artinya pembujuk, karena memang tugasnya mencari kata-kata manis yang powerful, mencari cara dan bentuk godaan yang begitu licik dan cerdik, sehingga tanpa sadar orang masuk dalam jebakan dan lingkaran kehidupan setani. Membaca Kitab Suci adalah baik, tetapi kalau sebagian besar waktu kita pakai untuk membaca Kitab Suci, lalu membaca Kitab Suci menjadi suatu bentuk godaan peirazoon. Belajar pengetahuan iman adalah baik, tetapi kalau motivasi kita untuk mencari kelemahan atau memandang gurunya yang cantik, belajar menjadi cara peirazoon untuk menyesatkan kita.

Akhirnya nama ketiga adalah “Satan”. Kata ini pernah dipakai oleh Yesus ketika menegur Petrus. “Enyahlah engkau, Satan”, saat Petrus menarik Yesus ke samping untuk menegasi penderitaan yang diungkapkan Yesus akan terjadi padanya. Yesus tidak rela Petrus, murid andalannya, menjadi orang yang dikuasai oleh kekuatan setan. Itulah tugas Setan, merekrut orang menjadi pengikutnya.

Cara kedua adalah melihat jenis-jenis godaan terhadap Yesus. Yesus di awal diminta mengubah batu menjadi roti. Suatu tindakan sederhana dan bersifat pribadi (tidak menyertakan orang lain). Godaan kedua berlokasi d Bait Allah yang ada d Yerusalem, tempat umum, publik, dan godaannya penuh resiko: menjatuhkan diri dari bubungan atap. Godaan yang ketiga lebih berat lagi: iming-iming kekuasaan atas wilayah dan manusia yang begitu luas. Kita bisa bertindak dan melakukan apa saja engan kekuasaan atas daerah yang begitu luas. Tapi konsekuensinya juga berat “mau menyembah Setan”.

Inilah kenyataan godaan Setan akan membujuk kita untuk melakukan hal yang sederhana. Misalnya, awalnya Kita dibisiki untuk tidak usah memasukkan persembahan diri dalam kantong kolekte. Kalau sudah berhasil, kita akan diberi ide, kenapa tidak memperoleh uang dari kantong persembahan. Kalau ide ini berhasil, setan akan mengajar kita bagaimana menyelewengkan uang banyak orang. Dan akhirnya kita menjadi hamba Setan, hamba dosa.

Lalu bagaimana kita bersikap terhadap godaan itu? Pembimbing rohani mengajarkan bahwa fokus kita membimbing seluruh energi kita ke sana. Bacaan I dan II mengajak kita untuk memilih fokus kita. Paulus menyatakan bahwa dosa datang atas satu orang; maka keselamatan, kasih karunia, juga datang atas satu orang. Mana yang kita pilih sebagai penghayatan kita. Kitab Kejadian juga menunjukkan kita bahwa manusia memang diciptakan lemah, “fragile”, mudah patah, karena diciptakan dari debu. Kelemahan ini juga bisa menggodai kita untuk dipilih sebagai bentu kerendahan hati. Energi kita bisa kita habiskan ke sana. Tetapi bukankah kita juga bisa menaruh fokus pada nafas yang diberikan Allah, taman Eden dengan seluruh isi dan keindahannya: binatang dan pohon-pohon, sungai dan danau yang indah.

Yesus memilih Dia yang Mahatinggi seperti ditunjukkan dalam pilihan kutipan-kutipannya (Ulangan 8 dan 6). Itulah yang menjadi pilihan fokus Yesus sehingga seluruh energi yang Ia miliki mengalir ke sana, sehingga Ia pun juga memiliki kekuatan untuk meresponse godaan itu dengan tegas. Ia tidak mau kompromi, memberi pertimbangan dan peluang bagi godaan itu menyeretNya; baik godaan yang sederhana maupun yang berat.

Mari kita belajar dari Yesus: memilih fokus Allah yang Mahatinggi, yang memberi karunia dan yang menghidupkan supaya energi kita terarah ke sana dan memberi kita hidup.