Minggu Biasa XXVIII

October 12, 2020

Yesaya 25: 6-10a; Filipi 4: 12-14.19-20; Matius 22: 1-14

Anda yang mengalami kesedihan karena penderitaan dan kematian, apakah yang Anda inginkan? Tentu tidak semua orang sedang mengalami kesedihan, Anda yang biasa-biasa atau malah tak jelas arah tujuan hidup, apakah yang Anda inginkan?

Bacaan I menunjukkan kepada kita bahwa Pemerintahaan Allah lah yang mampu memusnahkan kesedihan, sekalipun kesedihan karena maut, karena kematian. Tidak ada lagi perkabungan; tidak ada tudung yang menutupi rasa malu.

Yesus dalam bacaan Injil menunjukkan  hal itu dengan Istilah Kerajaan Surga, Kerajaan Allah. Kerajaan ini bukan suatu bentuk memperebutkan kursi pemerintahan, tetapi ketika orang-orang menjadikan Allah sebagai pedoman hidup mereka, maka itulah Kerajaan Surga, Kerajaan Allah. Maka pertanyaan reflektif berikutnya ialah apakah yang kita lakukan untuk mewujudkan Kerajaan Allah itu?

Sejauh pengalaman dan pengamatan kami, orang kristiani itu konsumtif dalam kehidupan beriman. Lihat ketika kita masih bayi, kita dibawa kepada imam, minta agar kita dibaptis; ketika menginjak remaja kita minta diterimakan Tubuh Kristus; saat dewasa kita minta agar perkawinan kita diberkati… sampai kita mati pun, kita minta agar imam memberkati. Kita lebih sering meminta imam merayakan misa di rumah-rumah kita; kalau pastor parokinya tidak mau, kita mencari pelayanan dari imam lain, supaya kita tetap bisa menikmati (mengkonsumsi) pelayanan.

Tetapi kalau diminta produktif, mau melayani? Ada 1001 alasan. Banyak Pastor Paroki tidak berani menambah jumlah misa terbatas di masa ini, karena tidak ada cukup tenaga untuk melaksanakan Protokol Kesehatan di saat misa. Ketika pergantian kepengurusan DPP, biasanya panita mengalami kesulitan, karena banyak yang menolak untuk dicalonkan. Dengan kata lain mereka menjawab, “kami menikmati pelayanan Paroki saja”. Sikap seperti ini tidak akan pernah membuat kita menikmati Kerajaan Allah dengan segala konsekuensinya.

Pada hari ini Yesus menunjukkan bagaimana kita bisa memasuki Kerajaan Surga. Yesus mengumpamakan Kerajaan Surga itu suatu Pesta Nikah. Apakah yang dilakukan tuan rumah? Mereka mengundang sahabat, kenalan, keluarga sebagai bentuk persahabatan dan persaudaraan. Untuk menyukakan mereka, tuan rumah menyiapkan makanan yang berlemak, minuman yang memabukkan; menyediakan panggung; alat-alat musik dan pemainnya serta sound-system. Tetapi apakah dengan demikian pesta nikah sudah terjadi? Tentu saja belum.

Kemeriahan dan kesemarakan pesta nikah ditentukan oleh kehadiran para undangan. Para undangan inilah yang akan membuat rumah tuan pesta ramai, dipenuhi dengan gelak tawa, bahkan sendau gurau yang muncul karena kemabukan. Lagu-lagu akan didendangkan ketika para undangan menyanyi dan berjoget. Ketika semua tubuh bergoyang. Ketika semua undangan aktif melakukan sesuatu; mereka menciptakan suasana pesta; mereka memproduksi kegembiraan pesta nikah; mereka terlibat dalam dalam aneka acara untuk menyemarakkan pesta nikah, membuat setiap yang hadir puas dengan seluruh acara pesta nikah itu.

Maka ketidakhadiran juga dianggap sebagai menganggu relasi persaudaraan dan persahabatan undangan dengan Tuang Rumah; apalagi penolakan! Benar-benar dianggap sebagai kehendak memutuskan tali persaudaraan dan persahabatan.

 

Para saudara, yang menciptakan, yang membuat suatu perayaan itu meriah, semarak, adalah undangan; apa yang dilakukan undangan, keterlibatan aktif mereka yang datang; sikap mereka yang menikmati bahwa ini adalah pesta. Maka perjamuan pesta nikah, yang adalah Kerajaan Allah, bukan barang jadi yang tinggal dinikmati, tetapi ini adalah pesta yang harus diwujudkan, yang harus diusahakan, yang harus diciptakan oleh yang datang, oleh para undangan yang adalah kita semua. Demikianlah Kerajaan Allah, pemerintahaan oleh Allah, bukan barang jadi tetapi harus diwujudkan. Maka di sinilah panggilan kita untuk terlibat aktif dalam mewujudkan Kerajaan Allah di lingkungan hidup kita.

Kita bisa melakukannya dengan mengusahakan untuk menciptakan hal-hal baik di sekitar kita; kita jadikan segala-galanya baik dengan kehadiran kita, dengan senyum kita, dengan tawa canda kita, dengan ide yang kita lontarkan, dengan apa yang kita lakukan, dengan kepemimpinan kita, dsb.

Mari kita menjadi lebih produktif dan tidak lagi konsumtif dalam hidup beriman.