Renungan Harian Kamis Pekan Biasa XXXII-2

November 13, 2020


PW St. Yosafat, Uskup dan Martir

Bacaan I: Flm 1: 7-20; Injil: Luk 17: 20-25

Menciptakan Replika Kerajaan Allah adalah Kehendak Tuhan Bagi Kita

Tema Kerajaan Allah adalah permenungan manusia dari zaman pra Tuhan Yesus sampai dengan kedatangan Yesus di Israel. Orang Israel percaya bahwa kedatangan Kerajaan Allah berarti kedatangan Mesias yang telah dinubuatkan oleh Nabi Yoel, yakni penghakiman bagi bangsa yang jahat (pada masa itu identik dengan Roma sebagai penjajah bangsa Yahudi) dan penganugerahan kembali Kerajaan Israel bagi bangsa Yahudi (bdk Yoel 2: 1- 12, 31-32). Masalah ini juga yang dibawa oleh orang-orang Farisi kepada Tuhan Yesus. Orang Farisi terkenal sebagai orang yang ahli dalam Kitab Suci sehingga mereka dengan kepandaian tersebut dapat membaca tanda-tanda dari Allah. Mereka percaya bahwa akan datang Mesias tetapi mereka menolak Tuhan Yesus sebagai Mesias sebab dalam pemahaman mereka Mesias adalah Raja yang akan mengalahkan bangsa Romawi.

Dalam dialog dengan orang-orang Farisi, Tuhan Yesus secara jelas menyatakan bahwa Dia adalah Kerajaan Allah tersebut. Mesias bukan datang nanti tetapi sekarang, di sini di hadapan orang-orang Farisi tersebut. Pernyataan Tuhan Yesus selanjutnya “Lihat, ia ada di sana; lihat ia ada di sini! Jangan kamu pergi ke situ, jangan kamu ikut” (Luk 12: 23), penting untuk ditelusuri. Pernyataan ini sangat relevan di kemudian hari setelah Dia kembali kepada Bapa (Tuhan Yesus naik ke Surga). Bahkan, pernyataan itu relevan sampai saat ini di masa kita.

Banyak dari kita merasa bahwa Kerajaan Allah itu telah dekat. Bahkan pada beberapa tahun lalu sempat dunia dihebohkan dengan ramalan-ramalan yang menyatakan bahwa dunia akan kiamat. Saya secara pribadi sering meributkan bahwa Kerajaan Allah itu akan datang. Akan tetapi bukan itu yang Tuhan Yesus mau dari kita. Tuhan Yesus berharap kita selalu siap sedia akan kedatangan Kerajaan Allah. Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bukan fokus pada kapan tetapi kepada proses untuk menyambut kedatangan Allah tersebut.

Tuhan Yesus juga tidak mengajarkan kita untuk memusingkan bagaimana, kapan dan dimana Kerajaan Allah itu. Tuhan Yesus mengajak untuk menciptakan dunia seturut dengan apa yang Dia harapkan. Sebagai manusia diharapkan untuk berbuat baik terhadap sesama, menjaga tali persaudaraan antar manusia dan mengusahakan keadilan sosial di tengah masyarakat. Dalam salah satu Dokumen KV II (Gaudium et Spes) Art 72 disebutkan “Umat Kristen, yang secara aktif melibatkan diri dalam perkembangan sosial ekonomi zaman sekarang, serta membela keadilan dan cinta kasih, hendaknya menyadari bahwa mereka berjasa besar bagi kesejahteraan Umat manusia dan perdamaian dunia. Dalam kegiatan-kegiatan itu, hendaknya mereka masing-masing maupun sebagai kelompok memberikan teladan yang cemerlang”. Inilah kehendak Tuhan Yesus mengenai Kerajaan Allah. Umat Kristen diminta untuk menjadi agen perubahan mental bagi masyarakat. Mencontoh teladan-teladan Yesus dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah cara untuk mempersiapkan Kerajaan Allah itu. Kita tidak sibuk dengan persoalan yang sama dihadapi oleh orang-orang Farisi, tentang kapan dan dimana Kerajaan Allah itu hadir. Seorang Kristen dapat menciptakan “replika” Kerajaan Allah dalam dirinya dan lingkungan dimana dia berada. Kerajaan Allah itu bukan urusan nanti, tetapi sekarang dan di sini. Semangat menciptakan “replika” Kerajaan Allah itu harus kita miliki sebagai umat Kristen. Banyak hal yang dapat kita kerjakan sesuai dengan kemampuan dan peran kita di dunia. Contoh sederhana, sebagai seorang pemimpin, jadilah seorang pemimpin yang adil, rendah hati, sabar, dan tidak mengambil yang bukan haknya. Sebagai seorang guru misalnya mendidik dan membimbing murid dengan kasih, kesabaran dan keikhlasan sebagai cerminan iman terhadap Tuhan Yesus. Satu hal yang membedakan kita sebagai seorang Kristen, kita berbuat baik bukan karena kita akan masuk surga tetapi karena perbuatan baik itu adalah cerminan iman kita yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus dengan darahNya. Begitu besar kasih Allah kepada manusia, sehingga Dia menyerahkan PuteraNya Yang Tunggal. Fondasi ini yang harus menjadi dasar pemikiran kita bukan pemikiran transaksional, seolah-olah Allah adalah Tuan dan kita karyawan. Allah menggaji jika kita bekerja dan menghukum jika kita berbuat salah. Allah bukan sesempit itu. Kasih yang kita miliki bertujuan menciptakan “replika” Kerajaan Allah karena Allah telah menebus kita dengan korban PuteraNya. Kita yang dulu berdosa diangkat kepada kedudukan yang Mulia yakni menjadi “Anak-anak Allah”.

Nerivika Wulandari (Mahasiswa STAKat Negeri Pontianak – PPL)