Kamis Advent Pertama: Peringatan Beato Dionisius dan Redemptus

December 1, 2022

Yesaya 26: 1-6; Matius 7: 21.24-27

Kemarin St. Paulus mengingatkan kita kalau iman keluar dari pendengaran. Hari ini Yesus menunjukkan bahwa sikap mendengarkan Sabda, kehendak Allah dan melakukannya merupakan suatu pondasi kuat bagi kehidupan beriman. Kata-kata Yesus ini sederhana, dan akhirnya membuat kita yang membaca atau mendengarkannya, juga mengambil langkah sederhana. Konsekuensi dari olah sederhana ini ialah dangkalnya atau lemahnya keyakinan.

Kita perlu mendalami apa makna “mendengarkan” ini. Hal mendengarkan ini tentuk mengacu pada tokoh-tokoh yang membawa peristiwa keselamatan. Kita bisa menyebut tiga saja: Maria, Yusup dan Yesus sendiri. Bunda Maria -dalam versi Lukas- mendengarkan apa yang dikatakan oleh Malaikat Gabriel; ia mencoba bertanya dalam hati. Ia mencari pengertian dari apa yang dikatakan malaikat Gabriel kepadanya, sampai-sampai dia bertanya secara mendasar, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi?”, karena sepanjang pengalamannya, dia belum pernah melakukan apa-apa yang berlebihan, yang memungkinkan terjadinya pembuahan, “karena aku belum bersuami”. Kita yakin bahwa Maria tidak segera begitu saja menerima penjelasan malaikat Gabriel, karena malaikat Gabriel itu masih memberi penjelasan lebih lanjut, yang menjadi contoh dari kekuasaan Allah, “Sesungguhnya, Elisabeth, sanakmu itu…. (yang disebut mandul itu…)… sedang mengandung… pada hari tuanya”. Setelah Maria mendapatkan informasi yang memadai, dengan akal budinya dia mengerti apa yang didengarkannya dari Gabriel, ia menjadikan itu sebagai miliknya, lalu dia pun mengungkapkan dalam tindakan nyata, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.

Inilah yang terjadi pada Yusup -versi Matius 1: 18-25- dan Yesus sendiri ketika berada di taman Getsemani. “Mendengarkan” itu mengandung proses panca indera (pendengaran atau penglihatan) yang menangkap pewahyuan Allah; ditangkap dan diperdalam (dipertanyakan, didalami pengertiannya; ditemukan kebenarannya) oleh akal budi. Kebenaran yang ditemukan diyakini dan dijadikan miliknya, prinsip hidupnya, sebagai mutiara yang berharga. Hatinya yang dipenuhi dengan kegembiraan atas kebenaran itu, menggerakan orang untuk melaksanakannya.

Inilah pengertian kesatuan “mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah”. Kesatuan ini penting karena bila berhenti pada “mendengarkan”, kita akan jatuh pada kesalehan yang membawa euforia belaka, sehingga kita bisa hanya berseru-seru, Tuhan, Tuhan. Yesus mengingatkan bahwa rumah yang kuat adalah yang dibangun dengan mendengarkan Sabda Allah dan melakukannya.

Mari kita mencoba mendalami Sabda Allah (Mendengarkan), menjadikan kebenarannya sebagai milik kita, dan mencintainya supaya -seperti dikatakan Paulus- cinta kasih Kristus itu mendorong, menggerakkan kita. Dengan ini, pondasi hidup beriman kita benar-benar kokoh. Amin.