Jumat Sesudah Rabu Abu
February 28, 2020
Yes 58:1-9a
Mazmur : Mzm 51:3-4.5-6a.18-19
Injil : Mat 9:14-15
Fenomena perkembangan hidup rohani umat beragama, terutama agama kristiani (baca Katolik) nampak makin meningkat. Hal ini kelihatan dari makin besarnya perhatian umat pada permenungan, ajaran Gereja, diskusi-diskusi, bahkan ada yang mengungkap-ungkap hal-hal tidak benar (misalnya yang ngaku-ngaku “pastor” bahkan berpendidikan tinggi dari perguruan antah berantah), membuat lelucon-lelucon ajaran dan praktek beragama (baca: menggereja). Kita bisa mendapatkan lebih dari 5 hal sama di medsos kita: renungan, katekese, video, lagu-lagu, dsb.
Tapi itu semua belum tentu dan tidak menjamin membawa kesucian bagi para pelakunya. Mengapa? Karena bisa jadi, orientasi mereka adalah diri mereka sendiri. Perhatikan: “Jangan lupa tekan tombol ‘subscribe’ dan bunyikan lonceng….”. Ada yang mengecek kiriman renungannya dan mengajak diskusi tentang apa yang dikirimkan; kalau tidak ditanggapi mereka menggerutu atau seperti menagih janji/hutang.
Inilah yang dikritik oleh Yesaya dalam Bacaan I. Mereka mencoba untuk menentukan hari puasa dan mereka mengatur “gesture” tubuh, mereka berlagak untuk mengetahui dan belajar tentang jalan Tuhan; tetapi tetap memperlakukan kasar buruh-buruhnya, bahkan dengan tinjunya; mengabaikan orang di sekitarnya. Jelas ini BUKAN puasa yang dikehendaki Allah.
Puasa yang dikehendaki Allah ialah puasa sejati, puasa yang dilakukan dengan mengorientasikan diri kepada Kristus, seperti dikatakan Yesus dalam bacaan Injil “Dapatkan sahabat-sahabat mempelai berpuasa selama mempelai ada bersama mereka?”. Puasa yang sejati adalah puasa yang berdimensi sosial: melepaskan belenggu-belenggu, memberi makan dan minum mereka yang lapar dan haus, memberi pakaian kepada yang telanjang, memberi tumpangan bagi orang yang berziarah.. dan sangat penting “tidak menyembunyikan diri terhada sesamamu”: tidak boleh menghindari perjumpaan; tetapi harus membuka pintu diri untuk BERJUMPA dengan sesama.
Mari kita isi hari permenungan Sengsara Tuhan ini dan “pantang dan puasa yang sejati”.