Jumat Pekan Biasa II

January 24, 2020

1 Samuel 24: 3-21; Markus 3: 13-19

Perseteruan Saul dan Daud ternyata dipanas-panasi oleh orang-orang di lingkaran Saul, sehingga ia perlu mengerahkan tiga ribu orang pilihan untuk mengejar-ngejar dan membunuh Daud. Daud memiliki kesempatan untuk membunuh Saul dengan mudah. Tapi karena memang itu bukan niatnya, maka ia hanya mencari cara bagaimana agar Saul tahu bahwa ia mencintai Saul dengan tetap membiarkan hidup meskipun ia telah diberi kesempatan oleh Tuhan untuk membunuhnya.

Kepada kita dihadapkan dua pemimpin dengan kepribadiannya. Saul yang nampaknya merasa nyaman dengan posisi, sehingga yang ia cari adalah hak-hak nya sebagai raja. Karena itu ketika ada yang memprovokasi bahwa Daud hendak merebut tahta, posisi itu, maka ia merasa hak nya terancam. Ia mengambil keputusan yang fatal. Ia mengerahkan tenaga, biaya bukan untuk membangun kesejahteraan rakyatnya, tetapi untuk membunuh. Membunuh bukan segerombolan orang jahat yang membahayakan rakyatnya, tetapi membunuh hanya satu orang.

Sebaliknya Daud, yang perawakan fisiknya biasa saja, sama seperti manusia lain. Ia elok dan wajahnya kemerah-merahan karena usia-muda dan bekerja di bawah terik matahari. Namun ia memiliki kualitas pemikiran, karakter yang berbeda. Ia mampu bersikap secara benar terhadap orang: tidak mau melukai, berbuat ceroboh terhadap orang yang diurapi (ini yang disebut “sakrilegi”, untuk jaman sekarang). Ia mampu menyaring usulan, pendapat dan masukan bawahannya. Ia mampu memetakan persoalan dan  mengelola proses pengambilan keputusan sehingga ia tidak mendasarkannya pada emosi, tetapi pada rasionalitas keteguhan keyakinan moral dan iman (hati nurani). Pada akhirnya dan di atas segala-galanya ia menyerahkan semuanya kepada Allah “Sebab itu Tuhan kiranya menjadi hakim yang memutuskan perkara kita! Kiranya Dia memperhatikan dan memperjuangkan perkarkau! Kiranya Ia memberi keadilan kepadaku dengan melepaskan aku dari tanganmu!”

Inilah ciri, karakter, kekhasan orang yang pantas untuk disebut sebagai pemimpin. Pemimpin apa pun. Saul sendiri, meskipun ia memiliki jabatan raja, tetapi ia justru menyatakan bahwa pemimpin yang sejati adalah Daud, “Dari ini semua, sesungguhnya AKU TAHU, bahwa engkau pasti menjadi raja dan jabatan raja Israel akan tetap kokoh dalam tanganmu.”. Mari kita belajar dari Daud, menanamkan yang benar dalam diri kita, agar kita pantas menjadi pemimpin yang sejati dimana pun kita berada dan sebagai apa pun kita.