Hari Raya Penampakan Tuhan

January 6, 2020

PENGANTAR

Dua Injil menceritakan tentang masa kecil Yesus, yaitu Matius dan Lukas. Matius memiliki keunikan, yaitu ia menyertakan silsilah Yesus dan bila kita analisis, kita dapat mengetahui apa yang disampaikan oleh Matius. Ia menyebut nama-nama yang terkenal, hebat, penuh wibawa, memiliki tingkat kesucian yang luar biasa, tetapi tidak sedikit yang pendosa, ceroboh, tak berpestasi, dan bahkan tidak dikenal; bukan hanya orang Yahudi, tetapi juga non-Yahudi. Matius mau mengatakan bahwa keselamatan yang dibawa oleh Yesus tidak hanya untuk orang Yahudi saja, tetapi juga bagi orang non-Yahudi. Itulah sebabnya hari ini ditampilkan tiga orang majus dari Timur.

Atas kenyataan itu, Gereja menyadari universalitas keselamatan. Maka Minggu setelah Hari Raya Keluarga Kudus didedikasikan untuk menghayati ini: maka kita rayakan hari raya Penampakan TUhan.

 

Yesaya 60: 1-6; Efesus 3: 2-3a.5-6; Matius 2: 1-12

Bacaan ke-2 meneguhkan kenyataan kita sebagai bangsa yang bukan-Yahudi namun toh, mengenal dan mengimani Kristus. Sebagai orang beriman, apa yang kita ingini dari iman itu? Sukacita yang dialami oleh orang-orang majus? atau keterkejutan dan kebingungan seperti dialami oleh Herodes bersama dengan orang-orang Yahudi?

Termasuk para gembala dalam Injil Lukas, Herodes dan orang-orang Israel memiliki informasi tentang kelahiran Yesus. Allah berbicara kepada mereka dengan cara yang berbeda-beda. Kepada para gembala, Allah berbicara melalui kehadiran malaikat dan para bala tentara surga; kepada orang-orang Israel Allah berbicara melalui para nabi; dan kepada orang-orang majus Allah berbicara lewat alam, peristiwa hidupnya. Kiranya kita juga harus menemukan cara Allah berbicara kepada kita.

Mereka sama-sama mengalami kehadiran Yesus yang sangat dekat dengan mereka; Yesus lahir di kandang dimana binatang-binatang diparkirkan (sebangsa terminal), sehingga Ia mudah ditemukan dan dijumpai oleh orang-orang. Tetapi para gembala dan demikian juga orang majus mudah menemukannya dan mereka semua bersukacita. Namun, mengapa Herodes dan orang-orang Yahudi tidak mampu mengenalinya, sehingga mereka terkejut dan mengalami kebingungan? sehingga Herodes mengambil keputusan yang sangat fatal?

Ada istilah “take for granted” yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti “mentang-mentang” atau sebangsa itu. Mentang-mentang menjadi bangsa terpilih, bangsa yang disayangi Allah, maka Israel merasa sudah cukup, mereka menjalani hidup keagamaannya secara mekanistis, sesuai dengan juklak (petunjuk pelaksanaan). Mereka tidak memperhitungkan intensitas, dan kedalaman relasinya. Itulah yang membuat orang Israel tidak mampu melihat apa yang terjadi di sekitarnya.

Hal ini juga bisa terjadi pada kita. Mentang-mentang sudah dibaptis, kita menganggap cukup, pasti masuk surga. Mentang-mentang sudah aktif di dalam kegiatan gerejani, pasti ada jaminan kita memiliki tanah kapling di surga. Mentang-mentang sudah mengikuti seminar ini, seminar itu, kursus ini, kursus itu; terlibat dalam komunitas ini dan komunitas itu; kita beranggapan sudah memiliki iman yang mendalam. Kenyataannya?

Banyak orang yang patah arang, putus asa, mogok, konflik, pola pikir yang dangkal, tidak lebih daripada orang-orang biasa, justru datang dari mereka ini. Ketika menghadapi kesulitan dan penolakan, mereka tidak menghadapinya, tetapi malah melarikan diri; bukan dengan cerita fakta sebenarnya, tetapi dibalik-balik, sehingga lebih merupakan fitnah. Dan masih bisa disebutkan banyak contoh. Kalau sudah demikian, apakah mereka bahagia? Keterkejutan dan kebingungan lah yang akan mereka alami.

Untuk memperoleh sukacita, kita perlu belajar dari orang-orang majus. Mereka ini mengkaitkan perjalanan dan peristiwa-peristiwa hidupnya dalam konteks keterhubungan mereka dengan Allah. Keputusan untuk mengadakan Perjalanan jauh diambil dalam rangka mencari bayi Allah; Ketakutan, kecemasan, silang pendapat diantara mereka, ketersinggungan mereka selama dalam perjalanan tidak mereka rasakan sebagai beban personal, karena semua demi menemukan Allah. Kegentaran menghadap Herodes, dan menghadapi kelicikan Herodes, dapat mereka atasi karena mereka memperhitungkan keselamatan bayi Allah.

Kita pun bisa mempraktekkan hal yang sama. Peristiwa-peristiwa hidup kita juga penuh dengan dinamika seperti dialami oleh orang-orang majus itu. Maka kita pun dapat memperoleh sukacita ketika kita melihat peristiwa-peristiwa hidup kita itu dalam keterikatannya dengan kehadiran Allah, dengan campur tangan Allah, dengan cara ALlah berkomunikasi dan menyertai kita. Maka mari kita menemukan apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan dengan memperhatikan keterlibatan Allah dalam peristiwa-peristiwa hidup kita.