“KELUARGA yang sempurna tidak ada. Hal ini seharusnya tidak membuat kita patah semangat. Justru sebaliknya, CINTA adalah sesuatu yang kita pelajari; cinta adalah sesuatu yang kita jalani; cinta ditempa karena situasi kongkret yang dialami oleh setiap keluarga.”

PAUS FRANSISKUS

Penulis : Petronela Yani


Setiap orang menginginkan keluarga yang ideal. Tidak ada perselisihan atau pertengkaran antara anggota keluarga. Seia sekata dalam segala hal. Ayah dan ibu selalu puas dengan anak-anaknya, begitu pula anak-anak kepada kedua orangtuanya. Setiap anggota keluarga saling mendukung untuk segala hal yang baik. Kehidupan berkeluarga berjalan dengan aman dan tenteram tanpa hambatan dan rintangan. Namun kenyataannya, dalam realita tidaklah demikian. Ada saja yang menjadi permasalahan. Masalah kecil, besar bahkan yang sangat besar kadangkala terjadi. Masalah bisa tiba-tiba muncul padahal selama ini baik-baik saja. Bahkan kadang, masalah itu datang dari luar keluarga. Banyak faktor yang memengaruhinya. Masalah ekonomi, kesenjangan gender, kesenjangan usia, orang ketiga, pekerjaan, penyakit dan banyak faktor lainnya. Tapi apakah kita menyerah ?

Bagaikan membangun sebuah rumah, keluarga berdiri di atas sebuah pondasi. Pondasi itulah yang menjadi penentu, kuat dan kokohnya sebuah bangunan. Sebuah keluarga butuh pondasi yang baik agar dapat tetap berdiri ketika angin menerpa, hujan menyerang, panas melanda, gempa menghantam. Tapi apakah sebenarnya pondasi dalam sebuah keluarga ? Apakah harta ? Atau kekuasaan ?

Banyak keluarga terjebak dalam gelimang harta. Tidak sedikit keluarga terjatuh karena kekuasaan. Padahal idealnya, untuk menjadi keluarga yang aman kita harus mapan dan mempunyai kekuasaan. Justrunya, ketika seseorang merasa dirinya kaya dan berkuasa, ego menguasai dirinya. Dia bertindak atas dasar ke-aku-annya, mengandalkan dirinya sendiri, merasa “paling” sehingga lupa, pada saat dia mendapatkan semua itu, ada sebuah karunia yang diabaikan. Karunia bahwa TUHAN bekerja atas dirinya. Menjadi tinggi hati, dan berfokus pada dirinya sendiri. Padahal, seperti cerita Yunus yang dimasukkan ke dalam perut ikan besar, Tuhan menginginkan kita selalu mengarah kepada-Nya, berfokus kepada Tuhan semata. Hanya memberikan HARAPAN kepada Allah.

HARAPAN adalah sebuah keinginan yang kemudian menjadi keyakinan bahwa sesuatu yang baik akan terjadi di masa depan. Harapan tidak akan hadir apabila tidak ada CINTA KASIH. Harapan akan menjadi kosong, ketika tidak ada doa. Karena dengan d/oa, kita berdialog dengan Allah Bapa, seperti ketika kita berbicara kepada ayah kita, berusaha mengenal Tuhan dan menggali apa yang diinginkan Tuhan atas diri kita. Harapan akan menjadi karunia bagi kita, karena kita dekat dan mengenal Tuhan.

Dengan harapan, akan muncul pertobatan, pengampunan dan penyembuhan diri. Pertobatan membuat kita menjadi mawas diri dan tidak pernah berhenti untuk introspeksi diri, sehingga kita tidak goyang ketika salah, tidak menghukum diri sendiri ketika menyakiti, tidak angkuh mengakui kesalahan dan bersedia memperbaiki diri. Pengampunan akan membuat kita berbesar hati dan mau memaafkan, tidak jatuh dalam kecewa dan sakit hati, menjadi rendah hati. Penyembuhan diri akan melepaskan kita dari belenggu luka batin, tidak tenggelam dalam sedih berkepanjangan, dan mampu untuk bangkit dari kegagalan. Tiga hal tersebut, akan menjadi lebih mudah dilakukan, ketika ada harapan bahwa Tuhan ada dan bekerja atas dan untuk diri kita.


Dalam kehidupan berkeluarga, seseorang bisa jatuh dan terjerumus ke dalam dosa, luka dan kecewa, merasa gagal. Terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja, direncanakan ataupun tidak direncanakan. Oleh sebab itulah, dalam keluarga dibutuhkan harapan. Dalam keluarga diperlukan iman. Dalam keluarga Tuhan bekerja, asalkan kita membuka diri untuk Dia. Pasangan suami istri yang pernah selingkuh atau diselingkuhi. Orangtua yang berbicara kasar kepada anak-anaknya. Anak-anak yang membangkang orangtua. Masalah ekonomi, pekerjaan, patriaki, penyakit, komunikasi yang tidak sehat, semua itu menimbulkan luka. Tapi ketika kita menumbuhkan dan memelihara HARAPAN di DALAM KELUARGA, niscaya Tuhan akan bekerja dengan cara-Nya. Ketika kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, mau melakukan perubahan menuju pertobatan dan dengan kekuatan CINTA mau menerima satu sama lain, harapan akan berbuah. Buah itu akan memberikan kesempatan bagi kita untuk melakukan sisi terbaik kita bukan saja bagi keluarga, tapi juga bagi sesama dan gereja. Makna KELUARGA BERPENGHARAPAN bukan saja ditujukan kepada keluarga, namun juga dalam kehidupan menggereja umat Paroki Keluarga Kudus Pontianak. Keluarga Kudus Nazaret adalah teladan utama bagi keluarga kristiani. Yesus, Bunda Maria dan Santo Yosef memberikan panutan tentang kesetiaan, kasih, kerendahan hati dan taat kepada Allah.