Minggu Paska VI-A
May 17, 2020
Kisah Para Rasul 8: 5-8. 14-17; 1Petrus 3: 15-18; Yohanes 14: 15-21
“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala (perintah)-perintahKu”
Ketika ada bencana, prahara social-politik, pengungsian, pandemic seperti ini, Gereja selalu dengan cepat dan sigap, meresponse dengan aksi social. Bahkan bukan hanya reaktif seperti itu, Gereja selalu ditandai dengan pelayanan social kasih. Meski demikian, dari pengalaman masih ada -bahkan di kalangan orang terbaptis- yang berkomentar: “Ngapain mesti repot-repot ngurusi orang lain; di rumah saja! bukankah kita diperintahkan untuk stay at home”. Ada lagi yang mengatakan dengan memberi peringatakan: “Jangan kita mengobyekkan orang-orang yang sedang menderita, dengan menjadikan mereka orang yang meminta-minta, yang bisa mengorbitkan nama-baik”; bahkan terhadap aksi yang tidak pandang suku, agama, ras saja, ada yang berkomentar “Ini tidak adil! Ini pilih kasih!!”
Para saudara, fenomena itu menjadi gambaran persepsi beberapa umat tentang “menjadi kristiani, Pengikuti Kristus”. Bagi mereka, mengikuti Kristus itu dimaksudkan untuk keselamatan pribadi. Pokoknya aku beriman kepada Kristus, aku selamat, sudah beres. Hal ini kelihatan dari fenomena dalam Paroki-paroki: sebelum dan ketika dibaptis, orang rajin ke gereja, sambil membawa buku yang harus ditandatangani. Setelah dibaptis, mereka sudah tidak muncul lagi; apalagi lapor ke ketua lingkungan?! Banyak orang baru mengajak orangtuanya menjadi Katolik ketika sudah uzur, ketika sudah tidak mampu apa-apa; terkesan kalau mereka dipersiapkan untuk kematiannya saja. Maka jangan salahkan kalau ada orang berkomentar, ini dibaptis untuk mendapatkan liang kubur dan pelayanan pemakaman saja.
Perikop Bacaan Injil Minggu Paska VI-A ini dibuka dan ditutup dengan soal “mengasihi” Yesus: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala (perintah)-perintahKu”. Kata “mengasihi” yang dipakai di sini, didasarkan pada gagasan Perjanjian Lama; “mengasihi” ini di sini tidak berarti emosional, perasaan yang terhanyut oleh rasa sayang; tetapi berarti sikap mengakui kebesaran Allah, perbuatan-perbuatan yang dilakukan Allah atas hidup kita; berarti memberi ruang dan waktu dalam hidup kita bagi Allah dan sikap setia, hanya mencintai Dia dalam keadaan apa pun. Dari sisi Allah, Allah akan menjadi Tuhan bagi mereka yang melindungi, menjaga dan menjamin keselamatan dan kesejahteraan manusia.
Dan kalimat yang diucapkan Yesus itu tidak harus ditafsirkan sebagai tindakan bersyarat, menuntut suatu bukti (“Kalau kamu benar-benar mengasihi Aku, buktikan dengan menuruti segala perintahKu) tetapi suatu pernyataan afirmatif, penegasan. Maka kalau ditafsirkan akan berbunyi “Ketika kamu mengakui kebesaran-kebesaranKu, mengenali perbuatan-perbuatanKu atas hidupmu dan kamu memberi Aku tempat dan waktu dalam hidupmu dan kamu tetap mengakui Aku dalam keadaan apa saja, maka kamu akan mudah dan memiliki kepekaan untuk mengenali apa yang harus kamu lakukan di tengah-tengahmu”. Relasi, kedekatan manusia kepada Allah Tuhannya akan menajamkan kepekaan kita akan apa yang dikehendaki Allah untuk kita lakukan di lingkungan sekitar kita. Inilah yang terjadi pada para rasul seperti kita lihat dalam Bacaan I. Para rasul bekerja karena bisikan Roh Kudus; mereka pergi dari satu kota ke kota, karena Roh Kudus mengatakan kepada mereka, apa yang harus mereka lakukan; dan mereka juga menginginkan agar mereka yang menerima pewartaan para rasul juga menerima Roh Kudus.
Jadi aksi sosial, response yang dilakukan Gereja harus menjadi wujud, ungkapan kedekatan kita dengan Allah. Dan sebaliknya, hal ini bisa menjadi sarana bagi kita untuk melihat seberapa dekat kita dengan Allah. Ketika kita berpandangan bahwa iman akan Kristus hanya melulu soal urusan pribadi, maka kita boleh curiga, jangan-jangan saya belum benar-benar memberi ruang dan tempat bagi Allah dalam hidupku.
Para Saudara, ketika meresponse apa yang dikehendaki Allah dalam tindakan nyata, mungkin ada banyak kekhawatiran, banyak kecemasan dan keraguan tentang kemungkinan terlaksananya aksi sosial kita itu, maupun juga tentang reaksi orang atas aksi sosial kita, seperti dikatakan di awal homily ini. Bukan hanya itu, tetapi ada yang jauh lebih keras lagi, yaitu penolakan dan bahaya penganiayaan seperti terjadi pada Gereja Perdana. Dalam keadaan demikian, kita tidak perlu cemas, karena Yesus menegaskan bahwa Ia akan mengutus Roh Penolong, “Parakleitos” (Yunani), Roh Allah yang siap kapan saja dipanggil, yang selalu mendengarkan kapan saja kita berseru. Dialah yang akan menunjukkan penyertaan, kebersatuan Allah dengan kita. Dialah yang akan menjamin terlaksananya aksi sosial kita.
Ada banyak contoh akan hal ini. Tahun 1999-2001 saya melayani pengungsi Timor Leste di Atambua. Setelah masa emergensi berlalu, kami memberi pelayanan pemberdayaan: dari kamp ke kamp, dari satu tenda ke tenda. Saat kunjungan itu, kami mencatat kebutuhan mereka; kami memasukkannya ke computer, kebetulan di situ saya bisa menggunakan fasilitas mail-merge. Saya bisa membuat daftar siapa akan menerima bantuan apa. Kartu itulah yang kami bagikan. Ketika membagikan ada beberapa orang dengan penampilan garang, protes kenapa barangnya berbeda-beda; kenapa mereka menerima ini-itu, dan kami lain. Ibu Theresia Ikun, entah mendapat ide dari mana, menjawab “Kami tidak tahu, komputer yang menentukan itu!” Dan orang itu pun tidak protes lagi. Siapa yang memberi ide sederhana tetapi manjur?
Saya pernah mendapat kesempatan menyelamatkan satu bapak yang diculik satu kelompok ekstrim tertentu, gara-gara dia dan keluarganya akan kembali ke Timor Leste. Beberapa usaha kami tempuh, akhirnya bersama polisi kami mengambil bapak itu dari tempat ia disekap. Istri bapak itu bersama polisi pergi ke tempat ia disekap, anak dari keluarga ini ikut saya ke rumah untuk mengambil barang-barang mereka, supaya setelah itu mereka mendapat perlindungan pihak keamanan. Ketika saya sampai di rumah, anak itu turun dan saya tetap tinggal di mobil, dengan pikiran supaya cepat. Tetapi anak ini tidak segera mengangkut barangnya. Tiba-tiba ada seorang dengan sebilah pedang di pinggangnya mendekati saya dan orang ini mempersoalkan kenapa saya ikut-ikut dan menggunakan mobil Gereja untuk urusan ini. Saya merasa sedikit gentar, tetapi tiba-tiba di arah seberang, ada orang berteriak “Romo, terima kasih telah menyelamatkan adik saya!!!”. Suara orang ini pun mengingatkan orang-orang yang ada di dalam rumah akan saya yang ada di mobil. Maka orang-orang pun datang dan bapak ini pun mundur perlahan-lahan. Siapa yang mengutus bapak ini?
Maka Para saudara
Hari ini kita diingatkan bahwa kekristenan kita bukan soal pribadi, bukan soal individual, tetapi kita dipanggil untuk mengasihi Allah, menghayati kebesaranNya, perbuatan-perbuatanNya atas diri kita, memberi tempat dan waktu kepadaNya untuk tinggal di dalam diri kita, serta mengajak kita untuk tetap mengakuiNya sebagai Allah penyelamat dalam keadaan apa pun; supaya kita mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah untuk kita lakukan dalam situasi konkrit hidup kita. Kita diajak untuk bertindak, berbuat sesuatu untuk mewujudkan kehendak Allah itu. Kita tidak perlu takut, karena Ia akan memberi kita Roh Penolong, yang akan menyertai kita. Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahku. Aku akan meminta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu Seorang Penolong, yaitu Roh Kebenaran.