Sosialisasi APP
February 27, 2020
Kita dipanggil untuk menciptakan kehidupan ekonomi yang sesuai dengan iman kristiani, yang didasarkan pada usaha manusiawi dengan memanfaatkan alam sekitar sesuai dengan kehendak Allah. Kalimat yang disampaikan oleh Br. Kris MTB dalam Acara Sosialisasi Bahan Pendalaman Aksi Puasa Pembangunan di Paroki Keluarga Kudus, Senin, 24/02/2020. Setiap orang dipanggil untuk mensejahterakan dirinya dan kemudian menciptakan kesejahteraan umum. Dalam usaha itu, secara sosial kita berhadapan dan bersentuhan dengan orang lain dan alam sekitar kita. Ekonomi (dari kata Yunani: “oikos” yang artinya “rumah”; dan “nomos” yang artinya “aturan, hukum, ketentuan”) berati pengaturan kehidupan rumah tangga (masyarakat) supaya satu berinteraksi dengan yang lain untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Maka dari itu di satu pihak kita harus menunjukkan usaha pribadi kita dan di lain pihak kita harus bijaksana dalam berhadapan dengan sesama dan lingkungan kita.
Usaha yang kita lakukan dapat menentukan martabat kita. Sebagai anak-anak Allah, kita perlu menunjukkan segala kemampuan akal budi, ketrampilan dan kecerdasan kita -Mgr. Agus dalam Surat Gembala-nya menyebut sebagai “talenta”- untuk berusaha sekuat tenaga kita. Kita patut mendapatkan upah sejauh dan sebesar usaha kita. Terhadap sesama dan alam semesta, kita perlu menjalin relasi manusiawi yang saling menguntungkan. Alam semesta tidak untuk dieksploitasi sehingga kita tidak mempedulikan kelestariannya, tetapi kita mengeksplorasi alam untuk dimanfaatkan bagi kepentingan bersama yang lebih lama (“sustainable“).
Ajaran Sosial Gereja seputar itulah yang mendasari Tema APP 2020 ini: “Membangun Kehidupan Ekonomi yang Bermartabat”. Dalam bahan Pendalaman APP, Tema ini dibahas dalam 4 kali pertemuan. Pada Pertemuan Pertama, umat diajak untuk merenungkan tentang “Keadilan Ekonomi Bagi Seluruh Ciptaan”. Kemajuan Teknologi dan kepemilikan modal bisa membantu manusia memanfaatkan dan menaklukkan alam semesta ini untuk meningkatkan modal dan memperoleh keuntungan yang sangat besar. Tetapi kecenderungannya tidak bertahan lama, karena sekali alam rusak dan kekayaan terkuras, maka terjadi ketimpangan dan ketidakseimbangan ekologis (bencana alam, hilangnya unsur hayati kehidupan alam, dsb.) yang pada akhirnya juga mempengaruhi kehidupan manusia individual maupun komunal. Bila ini terjadi, maka terjadilah ketidakadilan (sosial) di bidang ekonomi. Keadilan Ekonomi bagi Seluruh Alam mengajak kita untuk menjalankan kehidupan ekonomi dengan memperhatikan kelestarian dan kelangsungan alam; serta terjaganya ekonsistem.
Pertemuan Kedua membahas mengenai Ekonomi Yang Bermartabat. Allah adalah kreatif, selalu mencipta. Sifat ini juga menurun kepada manusia; kita diundang untuk terus mencipta dan mencipta (kreatif), karena kita adalah “gambar Allah” (“Imago Dei”). Karena itu kita diajak untuk menemukan bentuk-bentuk Ekonomi yang diharapkan dalam Pertemuan Pertama.
Pertemuan Ketiga membuka wawasan kita bahwa seindah dan sedetil apa pun suatu pemikiran dan ide, tetapi pelakunya adalah manusia. Karena itu, hati manusia itulah yang harus dibentuk; hati manusia itulah yang harus digarap; hati manusia itulah yang harus menjadi penggerak tindakan. Langkah awal dari semua itu adalah rasa syukur atas rahmat dan kebaikan Tuhan, yang sayangnya seringkali kita abaikan. Kita menyesali segala keteledoran dan kecerobohan kita, sehingga sering tidak memperhatikan rahmat dan kebaikan Tuhan, tetapi malah melakukan hal-hal yang jauh dari kehendak Allah. Inilah suatu bentuk gerak Pertobatan (Tema: Semakin Bertobat Semakin Sejahtera).
Akhirnya Pertemuan Keempat kita diajak untuk “Mewujudkan Ekonomi yang Berkeadilan”. Seribu langkah keberhasilan selalu dimulai dengan langkah pertama. Maka cita-cita Gereja Indonesia tentang Kehidupan Ekonomi yang Bermartabat tidak bisa lain kecuali dimulai dengan langkah pertama, baik oleh individu maupun oleh Gereja. Pendalaman ini mengajak umat-umat lingkungan untuk memulainya. Ketika kita berani melaksanakannya dalam tingkatan komunitas kecil, maka hal ini akan memberi pengaruh secara struktural pada komunitas yang lebih luas lagi.
Bruder Krist MTB di akhir presentasinya memberi kesempatan kepada peserta untuk memberikan komentar, tanggapan, pendalaman dan pertanyaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh peserta untuk membahas berbagai hal, soal kehadiran CU, soal kelestarian lingkungan dan soal gerakan sosial yang bisa mendesak pemangku kebijakan publik untuk mendukung pemikiran Gereja yang universal ini.
Sosialisasi ini diikuti oleh wakil-wakil (2 orang) dari 27 lingkungan dan kelompok/komunitas yang ada di Paroki Keluarga Kudus ini. Meskipun judul bahan adalah “Ibadat”, namun pengurus-pengurus lingkungan diberi kewenangan oleh Pastor Paroki untuk mendisain ulang bahan itu, yang penting umat bisa dengan mudah diajak untuk memperdalam tema-tema yang ada; demikian juga lingkungan-lingkungan yang “kecil” bisa bergabung dalam pelaksanaannya.